Keistimewaan Bilal ini terbukti dari namanya yang kini diabadikan sebagai salah satu posisi dalam ibadah salat Jumat. Rasulullah SAW sendiri pernah bersabda dalam haditsnya mengenai istimewanya salah satu sahabatnya ini, Bilal bin Rabah. Berikut bunyinya:
"Iya, orang itu adalah Bilal, pemuka para muadzin dan tidaklah mengikutinya kecuali para muadzin. Para muadzin adalah orang-orang yang panjang lehernya pada Hari Kiamat."(HR Muslim).
Melansir buku The Great Sahaba yang ditulis oleh Rizem Aizid, kala Masjid Nabawi di Madinah selesai dibangun, Rasulullah SAW kemudian mensyariatkan azan sebelum didirikannya salat. Azan pada masa tersebut dimaksudkan sebagai penanda salat sekaligus pengajak muslim untuk salat berjamaah di masjid.
Mulanya, setiap hendak melaksanakan salat lima waktu, kaum muslim belum mengenal azan. Mereka cukup hanya menggunakan hitungan waktu untuk melaksanakan salat lima waktu.Setelah semua sahabat nabi berkumpul untuk salat, Rasulullah SAW kemudian menunjuk satu orang yang akan mengumandangkan azan. Hingga Bilal bin Rabah yang terpilih untuk mengumandangkan azan dengan suara keras hingga terdengar ke seluruh Madinah.
Sosok Bilal bin Rabah memang sudah dikenal sebagai sahabat dari kalangan hamba sahaya yang memiliki suara merdu. Untuk itulah, Bilal bin Rabah juga menyandang gelar Muadzdzin ar Rasul.
A. Siapa Bilal bin Rabah?
Ia adalah seorang lelaki bernama lengkap Bilal bin Rabah Al Habasyi. Buku Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah karya Syaikh Muhammad Sa'id Mursi juga menyebut, beliau beberapa kali dipanggil dengan nama Abu Abdillah.
Posturnya tinggi, kurus, dan termasuk dalam kalangan budak berkulit hitam. Ibunya adalah kelompok hamba sahaya milik dari seorang pimpinan Quraisy, Umayyah bin Khalaf.
Setelah menjadi budak mereka inilah, Bilal kemudian mendengar tentang Islam dan menemui Nabi Muhammad SAW untuk mengikrarkan dirinya masuk Islam.Meski ada beragam versi tentang kisah Bilal masuk Islam, namun pertemuan antara Rasulullah SAW dengan Bilal bin Rabah telah membawa angin segar bagi Islam. Bilal juga merupakan satu-satunya Assabiqunal Awwalun yang berasal dari golongan budak kulit hitam.
Sebab, ketika Bilal masuk Islam statusnya saat itu masih belum merdeka. Ia masih menjadi budak dari majikannya. Upaya masuk Islam diam-diam yang dilakukannya gagal karena majikan dan orang kafir Mekah mulai menyiksanya setelah mengetahui kabar tersebut.
Di antara kalangan Assabiqunal Awwalun, bahkan Bilal bin Rabah adalah satu-satunya orang yang mendapat siksaan paling berat dari kafir Quraisy. Salah satu yang dilakukan Umayyah bin Khalaf, majikannya, adalah menjemur Bilal di padang pasir yang gersang tanpa sehelai pakaian.
Belum lagi ditimpa sebuah batu yang sangat besar di atas dadanya. Mereka menyiksa Bilal dengan tujuan menggoyahkan keimanannya dan berpaling dari ajaran Rasulullah SAW.Namun, sekeras dan sekejam apapun siksaan mereka tidak mampu menggoyahkan keyakinan Bilal bin Rabah. Ia terus berpegang teguh pada agama Allah SWT. Hingga akhirnya, Bilal dimerdekakan oleh Abu Bakar As Shiddiq setelah ia membeli Bilal dari Umayyah.
B. Azan terakhir Bilal bin Rabah yang mengguncang Madinah
Setelah Rasulullah SAW wafat, Bilal lantas meninggalkan Kota Madinah dan meminta izin pada Abu Bakar untuk berhenti menjadi muadzin Rasul. Para penduduk Madinah yang merindukan Rasulullah SAW pun lantas meminta Bilal kembali untuk mengumandangkan azan.
Namun, Bilal menolak dengan mata berkaca-kaca bahwa dirinya tidak sanggup untuk mengumandangkan azan kembali. Seusai Umar bin Khatab menyambangi kediamannya di Syam (kini Suriah) untuk membujuknya."Tapi, umat muslim di Madinah sedang membutuhkanmu, Bilal. Mereka ingin mendengarkanmu mengumandangkan azan. Mereka rindu suaramu. Mereka rindu lantunan azanmu, wahai muadzin Rasulullah!" kata Umar, seperti dikutip dari arsip pemberitaan detikcom.
Bagi Bilal, untuk kembali ke Madinah dan mengumandangkan azan merupakan hal yang berat baginya. Berat karena ia merasa tidak mampu menanggung rasa rindu pada Rasulullah setelah kepergian beliau.
Namun ternyata, dikisahkan, Bilal bertemu dengan Rasulullah SAW dalam mimpinya pada suatu malam. Hal ini pula yang membuat Bilal meyakinkan dirinya untuk bersiap bertolak ke Madinah, tepatnya makam Rasulullah SAW.
Di sana, Bilal bertemu dengan cucu kesayangan Rasulullah yakni, Hasan dan Husein. Hingga kemudian, Husein berkata padanya, "Paman, maukah engkau sekali saja mengumandangkan azan untuk kami? Kami ingin mengenang kakek."Umar yang berada di tempat yang sama pun turut membujuk Bilal dan menyebut bahwa para sahabat yang lain juga merasakan hal yang sama. Bilal pun tersadar dan merasa inilah waktunya untuk menumpahkan rasa kerinduan pada Rasulullah.
Suara merdu Bilal kembali terdengar di seantero Madinah. Ketika lafaz, "Allahu Akbar," dikumandangkan oleh Bilal, seluruh Madinah mendadak senyap yang menandakan seluruh aktivitas terhenti.
Semua penduduk Madinah terkejut dan merindukan suara yang bertahun-tahun sempat menghilang. Suara ini pula yang mengingatkan mereka pada sosok Rasulullah SAW dan mengulang momen kebersamaan mereka dengan beliau.Setelah Bilal mengumandangkan lafaz, "Asyhadu anlaa ilaha illallah," seluruh warga Madinah berlarian ke arah sumber suara dan berteriak histeris. Hingga, Bilal sampai pada lafaz, "Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah," suaranya mulai terdengar parau.
Bilal bin Rabah terisak menyebutkan nama orang yang paling dirindukannya. Ia tidak sanggup untuk melanjutkan azan pada lantunan lafaz tersebut. Suasana inilah yang kemudian berhasil membuat seluruh Madinah pecah oleh tangisan rindu pada Rasulullah SAW.