Sayyidina Hasan bin Ali bin Abi Thalib, putra pertama Sayyidina Ali, hampir setiap hari di bulan Ramadhan, menghidangkan makanan bagi orang miskin untuk berbuka. Beliau melayani dan mengatur makanan yang diberikan kepada para tamunya, untuk segenap orang miskin yang berada di Madinah kala itu.
Sebegitu populernya acara tersebut sampai hampir seluruh masyarakat yang ada tahu bahwa bila ingin berbuka dan menikmati makanan nikmat mereka boleh ke tempat Sayyidina Hasan bin Ali.
Semakin hari semakin banyak orang datang, dan walaupun demikian makanan yang disiapkan selalu mencukupi untuk semua tamu.
Di antara para tamu tersebut, ada satu orang yang pada hari itu membawa pulang makanannya tanpa menyentuhnya. Ia hanya membatalkan dengan sebuah kurma dan 3 teguk air. Dan ini tak luput dari pandangan Beliau. Beliaupun tergelitik untuk bertanya :
"Saudaraku tercinta, tidak seperti yang lain, engkau tidak memakan makananmu, apakah ada keluargamu yang sedang sakit ?. Bila iya, izinkan saya membantu atau minimal bolehkah saya menengoknya ?... Semoga saya bisa melakukan sesuatu."
Orang tua itu pun menatap Sayyidina Hasan, dan kemudian dengan wajah sedih ia menjawab :
"Maafkan saya, wahai cucu Rasulullah SAW, saya hidup sebatang kara, dan saya tidak punya keluarga lagi. Tentang makanan ini, saya ingin berikan kepada seorang lelaki gagah yang selalu saya temui di perkebunan yang ada di dekat rumahku. Setiap hari saya melihatnya kerja di perkebunan itu, dan bila waktu berbuka tiba dia selalu hanya memakan sepotong roti kering yang dibasahi air. Ia bekerja dan bekerja, seperti lelah tak menghampirinya. Demikian pula tatkala duduk beristirahat, saya senantiasa mendengar lantunan ayat Al-Quran yang suci dari mulutnya. Saya tak pernah berbicara dengannya. Tapi saya kagum dan sangat hormat terhadapnya. Hari ini, saya berharap bisa menyenangkannya dengan makanan ini, setidaknya memberikan dia menu yang berbeda, maafkan saya wahai Tuan."
Sayyidina Hasan bin Ali terharu mendengarnya, beliau meneteskan air mata dan berkata :
"Makanlah makananmu, dan bawalah makanan untuknya."
"Tidak wahai Tuan, Anda telah demikian baik, biarlah makan jatahku kuberikan padanya, hatiku membisikkan demikian, ijinkanlah wahai Tuan," kata orang tua itu bersikukuh.
Sayyidina Hasan bin Ali makin terharu, air matanya makin menetes deras.
"Bapak tua, tahukah engkau siapa lelaki yang hendak kau berikan makanan tersebut ? Dialah ayahku, Sayyidina Ali bin Abi Thalib, Sang Singa Gurun Pasir, Menantu Rasulullah SAW, Pedang ALLAH, Kekasih ALLAH dan kekasihnya Rasulullah SAW. Sesungguhnya makanan yang kita makan ini adalah hasil kerjanya, dan dia memilih berbuka dengan apa yang kau sebutkan tadi."
Kelahiran: 1 Desember 624 M, Madinah, Arab Saudi
Meninggal: 2 April 670 M, Madinah, Arab Saudi
Tempat pemakaman: Jannatul Baqi, Madinah, Arab Saudi
Pasangan: Ja’dah binti al-Asy’ats (m. ?–670 M), Umm Ishaq bint Talha ibn Ubayd Allah, lainnya
Orang tua: Ali bin Abi Thalib, Fatimah az-Zahra
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد